TEMPO.CO, Jakarta - Perambahan dari bisnis offline ke online memang sudah tidak terelakkan. Berbagai fasilitas gratis cukup menggiurkan bagi para pelaku usaha untuk melakukan promosi dan pemasaran. Namun, hal itu masih direspon pasif oleh pelaku bisnis generasi tua atau generasi abu-abu. Berikut beberapa fakta yang perlu diketahui pebisnis generasi tersebut dalam menghadapi era digitalisasi. Situs Judi Online
Head of Seller Development Blanja.com Monika Viany R. mengatakan pelaku usaha muda yang baru membuka usaha cenderung melakukan upaya yang lebih besar untuk merambah online ketimbang pengusaha lama yang sudah membangun bisnis di lapak offline. Hal tersebut disebabkan karena banyak yang masih menganggap bahwa kiosnya menjadi penghasilan utama mereka.
Berikut beberapa fakta tentang pebisnis di usia tua dalam menghadapi era digitalisasi.
Pertama, jumlah pengguna internet di kalangan tua masih sangat rendah. Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2016, dari total 132,7 juta pengguna internet di Indonesia, masih didominasi oleh generasi muda dengan umur 25-34 tahun yang mencapai 35,8 Persen.
Sementara kalangan masyarakat yang paling sedikit menggunakan internet adalah masyarakat dari generasi abu-abu dengan umur 55 tahun ke atas hanya mencapai 0,3 Persen. Namun, jumlah pengguna berumur 35-44 tahun melesat hingga dua kali lipat dibanding dua tahun sebelumnya, yakni sekitar 31 persen pada 2016.
Gagap teknologi atau gaptek menjadi persoalan utama generasi tua, berbeda dengan generasi muda yang cukup ramah teknologi. Takut menghadapi komplain pelanggan karena tidak bisa bertemu secara langsung dan ketersediaan properti untuk tersambung ke internet juga menjadi hambatan.
Kedua, pengusaha tidak perlu terjun langsung. Mereka harus bisa memberdayakan stafnya untuk diperuntukkan menangani online tersebut. Jangan takut, maka dicoba. Mengikutsertakan anak buahnya ke pelatihan-pelatihan terkait IT tentu akan sangat bermanfaat.
Ketiga, mengelola bisnis online juga tak bisa sembarangan. Justru dengan merambah ke bisnis online, pengusaha dituntut untuk lebih disiplin dan bertanggung jawab, seperti mengecek pesanan setiap hari, memastikan stok produk dapat mencukupi, memastikan barang yang ada di foto memiliki kesamaan dengan produk sebenarnya, dan mengirim segera barang yang dipesan.
Keempat, Oleh karena membangun situs sendiri butuh merogoh kocek agak dalam, Ketua Panitia Jakarta Great Online Sale Beatrix Immanuel menyarankan bagi para pengusaha yang masih merasa kikuk untuk menjalankan bisnis di lapak online, ada baiknya memanfaatkan layanan e-commerce yang sangat mudah ditemui.
“Kalau memang tidak mau menjalankan bisnisnya sendiri, mereka bisa memasukkan barangnya ke e-commerce ketimbang marketplace karena di marketplace mereka harus upload sendiri. Sedangkan di e-commerce lebih mudah seperti drop barang. Mereka cukup membayar komisi apabila ada pesanan.” BANDAR POKER ONLINE