Sabtu, 21 Januari 2017

Faktanya, Sering Kerja Lembur Gak Menjamin Kamu Cepat Naik Jabatan Lho

Justru berdampak buruk

Seberapa sering kamu berpikir bahwa profesionalisme itu berarti bekerja sampai larut malam bahkan hingga akhir pekan? Seberapa sering juga ketika jam kerja sudah selesai, tapi atasanmu masih belum pulang, lalu kamu merasa bersalah kalau pulang lebih dulu ?
Budaya kerja seperti ini masih ada tak hanya di Indonesia, tapi di berbagai negara. Tentu yang paling brutal adalah Jepang. Seperti dikutip dari Fortune, negara tersebut sampai punya istilah karoshi yang berarti kematian yang disebabkan keseringan lembur. Para karyawan di Jepang bekerja hingga 78-80 jam setiap minggu.

Masih ada anggapan kerja lembur sama dengan bersikap profesional.giphy-7-c099fddd2b851d55c6b7116b230c0a52.gif

Dalam sebuah artikel di The New Yorker pernah disebutkan semakin berkembangnya paradigma "overwork is a credential of prosperity" di mana kerja melebihi jam seharusnya itu penting untuk mengukur profesionalisme yang kemudian dijadikan indikator apakah seseorang itu profesional. Singkatnya, waktu dijadikan alat ukur seberapa produktif seseorang meski tak ada korelasi yang valid diantara keduanya.

Ada sebutan bagi para pekerja yang sering lembur. Mereka adalah seorang work martyr atau martir kerja. Mereka rela untuk mengorbankan apapun untuk menyelesaikan pekerjaan meski sampai melebihi jam kerja yang ditentukan. Para martir kerja ini merasa penting untuk terlihat memberikan seluruh jiwa raga untuk tugas-tugas mereka walaupun tak menyukai apa yang dikerjakan.

Keseringan kerja lembur justru memiliki dampak buruk.giphy-8-b8abd84f1f042356c77c3a1a9caa86ba.gif

Tak sedikit yang melakukan marathon kerja selama hampir seminggu penuh bahkan ketika seharusnya beristirahat atau menghabiskan waktu dengan keluarga. Mereka tak ingin kelihatan mengeluh di depan teman-teman kerja, apalagi atasan. Rupanya, ini justru punya dampak buruk bagi kesehatan dan produktivitas itu sendiri.

Dikutip dari BBC, pakar manajemen waktu sekaligus penulis buku 168 Hours, Laura Vanderkam, menjelaskan bahwa "Otakmu punya keterbatasan dalam bekerja". Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa bekerja melebihi batas itu sangat buruk untuk kita.

Ia mencontohkan bahwa pekerja yang terlalu sering lembur punya kecenderungan lebih banyak melakukan kesalahan dibandingkan mereka yang bekerja tepat waktu. Pangkalnya adalah kelelahan. Jika sudah kelelahan, maka pekerja tak bisa memberikan ide dan energi terbaiknya untuk menyelesaikan persoalan.

Selain itu, kerja lebih dari 40 jam per minggu berpotensi menimbulkan berbagai gangguan kesehatan seperti insomnia, depresi, diabetes, melemahnya daya ingat, bahkan gangguan jantung. Harvard Business Review juga menjelaskan perusahaan pun akhirnya menanggung dampak buruk juga. Contohnya, semakin banyak jumlah karyawan absen, mengundurkan diri, serta meningkatnya asuransi kesehatan yang harus dibayar.

Bekerja lembur tak berarti menjamin mudah naik gaji atau jabatan.giphy-9-038de4dc5bcd72e3327c55cc47cd3a21.gif

Mengapa? Sebab kemampuan problem solving dan produktivitas yang menentukan apakah seorang pekerja itu kompeten, bukan berapa banyak waktu yang ia habiskan untuk bekerja. Jika kamu lelah, tentu akan lebih sulit untuk berpikir jernih. Konsekuensinya, performamu bukannya meningkat -- yang kemudian bisa menambah posisi tawarmu untuk naik gaji atau jabatan.

Salah satu istilah paling populer dalam dunia kerja adalah Prinsip Pareto 80/20 di mana pekerja fokus pada 20 persen pekerjaan yang bisa menghasilkan 80 persen hasil. Ya. Prinsip ini mengajarkan kita untuk fokus pada hasil, bukan waktu. Prinsip ini juga menunjukkan bahwa 80 persen tenaga yang dikeluarkan hanya mampu memberi 20 persen hasil. Maka, kuncinya adalah kerja cerdas, bukan kerja keras.
Artinya, kamu harus pandai membuat prioritas pekerjaan. Mengerahkan semua daya dan upaya untuk sesuatu yang tak jadi prioritas hanya akan membuatmu lebih banyak lembur. Oleh karena itu, pilahlah tugas mana yang paling banyak memiliki 80 persen hasil dan fokuslah di situ. Idenya adalah bekerja lebih sedikit, tapi tetap produktif. Kenaikan gaji maupun jabatan pun akan mengikuti.