Rabu, 01 Februari 2017

Mengenal Investasi Sukuk


Tak banyak orang yang tahu investasi sukuk. Padahal ia merupakan investasi syariah yang aman.


Istilah sukuk niscaya tak pernah terdengar dalam istilah dunia keuangan konvensional yang menggunakan suku bunga sebagai acuan. Itu karena sukuk merupakan bagian dari sistem keuangan non suku bunga atau syariah.
 
Cara paling mudah untuk memahami sukuk adalah dengan memahami obligasi atau surat utang terlebih dahulu. Obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan penerbit obligasi kepada pemegang obligasi, disertai janji dari penerbit bahwa kelak ia akan membayar utang pokok beserta kupon bunga di suatu waktu yang sudah ditentukan atau jatuh tempo, kepada pemegang obligasi.
 
Penerbit obligasi bisa pemerintah atau perusahaan. Bila pemerintah yang menerbitkan obligasi, maka ada yang bersifat besar nilainya, minimal satu miliar rupiah, dan biasanya ditawarkan kepada perusahaan-perusahaan berdasar. Namun juga ada yang bersifat satuan atau retail yang bisa dibeli perorangan karena nilainya minimal lima juta rupiah dan berlaku tiga sampai lima tahun. Yang terakhir ini disebut ORI atau Obligasi Ritel Indonesia.
 
Bila perusahaan, maka surat utang tersebut dijual di bursa efek kalau perusahaan itu sudah go public, atau dijual sebagai obligasi pribadi bila perusahaan masih belum go public. Intinya, obligasi adalah salah satu cara yang lazim digunakan untuk menambah dana segar negara atau perusahaan.
 
Nah, bagaimana dengan sukuk yang dikatakan sebagai investasi syariah? Dalam fatwa nomor 32/DSN-MUI/IX/2002, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan sukuk sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten (penerbit obligasi) kepada pemegang obligasi syariah, yang mewajibkan emiten membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin ataufee, serta membayar kembali dana obligasi saat jatuh tempo.
 
Sukuk dapat pula diartikan dengan Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas kepemilikan aset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu, atau kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.  Jadi, ketika obligasi konvensional merupakan surat utang yang tidak membutuhkan aset yang menjamin atau underlying asset, sukuk justru merupakan surat kepemilikan yang wajib memiliki underlying asset yang jelas.

Aturannya jelas, yaitu sale and lease back atau jual dan sewa kembali. Artinya, ketika pemerintah mengeluarkan Sukuk Retail Indonesia, dan dibeli seorang investor atau pemegang sukuk senilai Rp10 juta, maka pemegang sukuk tersebut memiliki bagian dari underlying asset senilai Rp10 juta pula. Kemudian aset itu disewa kembali oleh pemerintah untuk diupayakan, dan keuntungan dari upaya tersebutlah yang diberikan sebagai kupon keuntungan bagi hasil usaha, yang dibayarkan setiap bulan - mirip kupon bunga dalam obligasi. Kelak, pada saat sukuk jatuh tempo, pemerintah akan kembali membeli sukuk dengan nilai 100 persen.

Kalau hal tersebut terkesan ruwet, sebetulnya tidak juga. Karena dalam prinsip syariah diharamkan memperdagangkan barang yang tidak ada,  peran underlying asset malah sesungguhnya sebagai penjamin dari uang yang sudah diinvestasikan para investor, sehingga investasi tersebut lebih aman. Bandingkan saja bila tidak ada aset penjamin.